Cagwi Siko A

Google
Home » » Kebudayaan Kabupaten Dharmasraya

Kebudayaan Kabupaten Dharmasraya

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Minangkabau. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Minangkabau juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje.

Dilihat dari sisi kebudayaannya, Minangkabau memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Sukubangsa Minangkabau mendiami sebagian besar wilayah propinsi Sumatera Barat. Daerahnya merupakan dua kesatuan wilayah adat yang disebut daerah luhak (darek) dan daerah rantau. Daerah luhak (darek) merupakan daerah asli Minangkabau, sedangkan daerah rantau merupakan daerah persebaran dari suku bangsa minangkabau. Salah satu dari kebudayaan daerah rantau tersebut adalah kebudayaan kabupaten Dharmasraya.

Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu wilayah otonomi paling baru di Indonesia. Dharmasraya berdiri berdasarkan Undang-Undang pemekaran daerah terhitung tanggal 7 Januari 2004, dan terpisah dari kabupaten induknya, yakni Sawahlunto-Sijunjung. Kabupaten ini berada di persimpangan Jalur Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Padang, Pekanbaru hingga Jambi. Berlokasi di ujung tenggara Sumatera Barat, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung di utara, Kabupaten Solok di barat laut, kabupaten Solok Selatan di barat, Provinsi Riau di timur dan Provinsi Jambi di selatan.

Penduduk di Kabupaten Dharmasraya dari berbagai macam suku bangsa sebahagian besar adalah suku Minangkabau, dan Jawa. Demikian juga dengan para pendatang di Kabupaten Dharmasraya mereka juga ikut berbaur dengan adat istiadat daerah ini sehingga adat istiadat/kebudayaan di Kabupaten Dharmasraya tetap lestari, baik dalam upacara adat, upacara tradisional serta berbagai bentuk kebudayaan lainnya.
Sistem kemasyarakatan suku bangsa Dharmasraya, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Dharmasraya adalah bertani dan berkebun namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Dharmasraya mengenal Wali, Jorong dan Kaum yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.

Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Dharmasraya. Pada saat-saat sekarang ini upacara adat ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena wersternisasi dan fakttor lainnya.
Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas menurut saya menarik, maka saya mengangkat makalah ini dengan judul ”Kebudayaan kabupaten Dharmasraya”.

BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
Terhitung sejak 7 Januari 2004 yang lalu, di wilayah Provinsi Sumatra Barat telah lahir sebuah kabupaten yang bernama Kabupaten Dharmasraya, dan kini kabupaten tersebut baru merayakan ulang tahunnya yang kedua. Wilayahnya terletak di bekas wilayah Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung. Nama “Dharmasraya” mungkin asing terdengar di telinga orang awam, tetapi tidak untuk sejarahwan dan purbakalawan. Nama ini telah terpahatkan dengan “abadi” pada sebuah batu bagian alas dari sebuah arca.

Dharmasraya diambil dari nama sebuah kerajaan yang pernah berkuasa setelah kejatuhan kerajaan Sriwijaya di abad 13-14. Kerajaan ini mencakup wilayah Sawahlunto hingga Muara Bungo, Jambi. Terkenal dengan rajanya yang bernama Shri Tribhuanaraja Mauliwarmadewa (1270-1297)yang mengawini Puti Reno Mandi, cucu dari Rajo Nan Alam raja istana Bungo Satangkai di kawasan itu.
Perkawinan mereka menurunkan anak yang dikenal dengan nama Dara Jingga atau Bundo Kanduang[rujukan?], ratu setempat yang menikah dengan panglima Singhasari bernama Adwaya Brahman. Mereka ini yang menurunkan Arya Adhityawarman atau Dang Tuanku. Daerah Dharmasraya inilah yang menjadi wakil Raja Majapahit di pedalaman Sumatera.

B. KEADAAN ALAM
Kabupaten Dharmasraya secara umum bergunung-gunung dan bergelombang dengan ketinggian antara 100 hingga 1500 meter diatas permukaan laut, dan hanya sedikit saja lahan datar yang tersedia di kawasan ini. Selain itu, Dharmasraya dilintasi oleh kurang lebih 29 sungai dan di sinilah Batang Hari bermula. Dari luas 2.961,1km persegi ini, sekitar 85% wilayahnya tertutup oleh hutan dan perkebunan sehingga potensinya di bidang itu sangatlah besar.

C. WILAYAH ADMINISTRATIF
Kabupaten Dharmasraya terbentuk dari empat kecamatan yang semula menjadi bagian Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain :
• Sungai Rumbai/Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi
• Koto Baru
• Sitiung
• Pulau Punjung

D. KEPENUDUKAN
Jumlah penduduk Kabupaten Dharmasraya berdasarkan sensus terakhir (2000) mencapai lebih kurang 141.288 jiwa, dan konsentrasi terbesar tinggal di kecamatan Koto Baru dan Sungai Rumbai. Sepertiga penduduk kabupaten ini merupakan transmigran dari berbagai daerah di pulau Jawa, yang semula dipindahkan untuk memanfaatkan ladang tidur yang terhampar luas di kabupaten ini sekaligus membuka lapangan kerja baru. Proses transmigrasi ini terjadi antara tahun 1976 hingga 2002, dan pusat transmigrasi berada di kecamatan Sitiung.

Meski hampir 25% penduduknya berasal dari Jawa, namun hubungan dengan penduduk lokal yang bersuku Minangkabau tetap berjalan baik, dan nyaris tidak ada konflik antar kedua kelompok.

E. POTENSI DAERAH
Kabupaten Dharmasraya berkembang sebagai salah satu penghasil kelapa sawit atau buah pasir menurut istilah setempat. Disamping itu, kabupaten ini juga merupakan produsen berbagai jenis tanaman keras lainnya, seperti kulit manis, karet, kelapa, gambir, kopi, coklat, cengkeh, dan pinang. Lahan perkebunan di sana lebih didominasi karet dan sawit. Penghasil kelapa sawit paling banyak di kabupaten ini adalah kecamatan Sungai Rumbai.

Selain itu terdapat potensi tambang yang hingga detik ini belum tergarap, yakni Batu bara, batu kapur, pasir kuarsa, emas, lempung kuarsit dan sebagainya. Kabupaten ini masih baru, dan masih dalam tahap mengembangkan diri dengan membuka peluang investasi seluas-luasnya. Ditunjang dengan posisi strategisnya di Sumatera (dilintasi Jalur Lintas Tengah Sumatera sepanjang 100 km), maka Dharmasraya cepat menjadi kawasan yang maju dan tumbuh sebagai wilayah perdagangan dan jasa. (Sumber: Kompas dan sumber lainnya)

F. GAMBARAN UMUM
Kelompok etnik Dharmasraya adalah salah satu kelompok "asal" di daerah bagian selatan Sumatera Barat yang kini merupakan Kabuaten Dharmasraya. Menurut sensus penduduk tahun 2000 mencatat jumlah sebesar 141.288 jiwa, dimana orang Dharmasraya tentunya merupakan kelompok mayoritas. Orang Dharmasraya merupakan penduduk asli yang tersebar populasinya di Daerah Dharmasraya. Mereka mendiami daerah-daerah Kecamatan Sitiung, Koto Baru, Amapang Kuranji, Silago, Pulau Punjung dan Sungai Rumbai,. Bahasa yang digunakan orang Dharmasraya termasuk dalam rumpun bahasa Minangkabau yang terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek Ampang Kuranji, Koto Padang, Pulau Punjung, serta Silago. Di kabupaten Dharmasraya terdapat pula sedikitnya emapat sukubangsa lainnya, yaitu :Minangkabau, Jawa, Sunda, Aneuk dan Batak. Identitas bersama berdasarkan ikatan kebudayaan dan agama mencerminkan kesatuan suku-suku bangsa di Kabupaten ini.

Dalam pergaulan antarsuku bangsa jarang sekali penduduk asli Minang menyebut dirinya orang Jawa, Batak, Sunda, dan seterusnya. Mereka lebih suka menyebut diri sebagai "Orang Dharmasraya", sehingga Dharmasraya patut dipandang sebagai suatu sukubangsa besar yang didukung oleh sejumlah sub-sukubangsa dengan identitas masing-masing.

B. KEHIDUPAN MASYARAKAT
1. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok orang Dharmasraya adalah bertani di sawah dan ladang, dengan tanaman pokok berupa padi, karet, kelapa sawit, coklat dan lain-lain.

Sebagian besar orang Sitiung hidup dari pertanian ladang, terutama pertanian karet. Di samping itu penduduk beternak sapi, kerbau, sapi, dan kambing, untuk dijual.

Mata pencaharian utama orang Pulau Punjung adalah bersawah, berkebun, dan berladang, pegawai pemerintahan serta mencari ikan bagi penduduk yang tinggal di daerah Sugai Batang Hari. Di samping itu ada yang melakukan kegiatan berdagang secara tetap (baniago), salah satunya dengan cara menjajakan barang dagangan dari kampung ke kampung (penggaleh). Matapencaharian pada masyarakat Pulau Punjung yang dominan adalah pegawai pemerintahan

Matapencaharian utama orang Koto Baru adalah berkebun, terutama kelapa sawit, disamping itu ada juga yang berdagang, pegawai pemerintahan, dan jadi buruh.

Mata pencaharian orang Sungai Rumbai

2. Sistem Kekerabatan
Dalam sistem kekerabatan, tidak jauh berbeda dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu menghitung garis keturunan ditarik menurut garis ibu (matrilineal). Seseorang yang lahir dalam satu keluarga akan masuk dalam kelompok kerabat ibunya, bukan kelompok kerabat ayahnya. Seorang ayah berada di luar kelompok kerabat istri dan anak-anaknya. Menurut adat, seorang perempuan tidak meninggalkan rumah keluarganya setelah menikah. Bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga inti dengan prinsip keturunan bilateral. sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Sistem perkawinan yang berlaku adalah eksogami suku, yaitu mencari jodoh dari luar suku sendiri

Peranan seorang laki-laki, dalam hal ini seorang suami, tidak jelas batasnya dalam kelompok kekerabatan. Pertama, karena sistem kekerabatan berdasarkan prinsip matrilineal yang mana peranan ayah dalam rumah tangga amat kecil, sebaliknya saudara laki-laki ibu yang lebih banyak berperan. Suami dalam lingkungan rumah istrinya disebut sumando, sedangkan dalam lingkungan rumah ibunya dia disebut tungganai, yaitu orang yang bertanggung jawab atas saudara perempuan beserta anak¬anaknya. Kedua, karena keluarga intinya sendiri tinggal dengan keluarga senior dari pihak istrinya yang bersama-sama tinggal di rumah gadang (rumah komunal).

Pada orang suku Jawa garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal atau menurut garis keturunan laki-laki.

3. Sistem Pelapisan Sosial
Perbedaan kelas sosial yang tajam dalam masyarakat boleh dikatakan tidak ada. Hanya tampak sedikit pada tingkat kepemimpinan, karena selain penghulu andiko (penghulu utama) di kenal pemimpin adat lainnya yang disebut tungku tigo sajarangan (tungku tiga sejerangan), terdiri dari ninik ¬mamak (orang tua-tua bijaksana), cadiak pandai (orang pintar), dan alim ulama. Pada masa sekarang sistem kepemimpinan adat seperti itu sudah terdesak oleh sistem pemerintahan nasional.

C. SISTEM KEMASYARAKATAN
Bentuk kesatuan hidup setempat berupa sebuah yang disebut nagari terdiri atas dua wilayah, yaitu tempat pemukiman utama dan pusat desa, serta taratak yang merupakan daerah ladang dan hutan. Pada masa lalu setiap nagari mempunyai otonomi sendiri, dan secara demokratis dipilih seorang kapolo nagari atau wali nagari. Setiap nagari terdiri dari beberapa buah jorong yang biasanya dihuni oleh suku tertentu. Secara fisik dalam sebuah nagari harus memiliki mesjid, surau, balai adat, pasar, jalan jorong, dan lapangan. Mesjid, balai adat, dan pasar biasanya terletak di tengah-tengah jorong,sedangkan surau terdapat pada tiap-tiap suku yang ada pada jorong tersebut. Nagari juga merupakan jorong dengan beberapa rumah gadang tempat sebagian besar penduduk bermukim. Pada masyarakat maniangkabau Dharmasraya yang cenderung egaliter dan demokratis, secara kasar ada pelapisan sosial yang hanya berlaku digambarkan melalui istilah-istilah kemanakan tali pariuk, kamanakan tali budi, dan kamanakan bawah lutuik. Golongan yang pertama merupakan keturunan langsung dari keluarga pendatang pertama pada suatu wilayah, yang disebut urang asa (orang asal). Golongan selanjutnya merupakan keturunan dari keluarga yang datang kemudian. Sedangkan golongan yang terakhir merupakan keturunan orang-orang yang menghamba pada urang asa.

D. RELIGI
Agama Islam merupakan pedoman hidup yang utama di samping istiadat. Orang Minangkabau memiliki prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, yang artinya "adat didasarkan pada syariat/hukum agama dan syariat bersumber pada Al-Qur`an". Adat berfungsi untuk mengukuhkan ajaran agama Islam.
Meskipun hampir seluruh orang Minangkabau memeluk agama Islam dengan taat, kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. namun sisa-sisa kepercayaan lama yang animistis dan dinamistis masih bisa dijumpai di beberapa tempat.

E. BAHASA
Bahasa yang digunakan orang Minangkabau Dharmasraya termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu yang amat dekat dengan bahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia dalam bahasa Minangkabau hanya mengalami sedikit perubahan bunyi, seperti "tiga" menjadi "tigo", "lurus" menjadi "luruih", "bulat" menjadi "bulek", "empat" menjadi "ampek" dan sebagainya.

Bahasa Dharmasraya terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek ampang kuranji yang yang hampir sama dengan bahasa jambi, dialek pulau punjung bahasa standar dharmasraya, koto padang, serta silago.

F. KESENIAN
Dengan penduduk yang multi etnis & heterogenitas masyarakat yang cukup tinggi serta keragaman seni & budaya memberi nilai lebih khsususnya di sektor wisata.
Keragaman seni dan budaya ini apabila dikembangkan akan mampu maupun nilai jual di sektor wisata seperti pelaksanaan pentas budaya yang menampilkan seni budaya Randai, Saluang, Rabab, Silat, Kuda Lumping, Wayang, ketoprak, Calung serta Angklung dan lain-lain.

Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi.. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.
Suatu unsur budaya yang mulai lesu di kalangan masyarakat Dharmasraya adalah kesenian, yang hampir tidak ada lagi yang memainkannya,pernah bahkan cenderung tidak berkembang.

G. PERALATAN
Persenjataan
Orang Dharmasraya banyak memiliki senjata yang disebut dengan sanapang angin, senjata tersebut digunakan untuk berburu dan alat untuk keamanan ketika pergi berladang, namun senjata yang lebih khas adalah gobok, hamper sama dengan senapang angin tapi pelurunya di rakit sendiri, senjata ini sering digunakan untuk berburu rusa dan kijang. Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri.

BAB III
PENUTUP

Dharmasraya merupakan suatu daerah yang kebudayaannya menarik untuk ditelusuri, karena mata pencaharian yang beraneka ragam meski mayoritas bertani. Dharmasraya juga tidak memiliki sistem pelapisan sosial.

Dalam sistem religi, agama islam lebih menonjol dalam segala bentuk dan manifestasinya, walaupun pengaruh adat tidak hilang sama sekali.

Dharmasraya memilki banyak peninggalan budaya masa silam yang belum di kaji dengan optimal. Sehingga nilai budayanya pun belumlah optimal terealisasikan dengan baik, apalagi Dharmasraya merupakan kabupaten yang banyak terdapat orang perantauan, baik perantauan dari wilayah minang sendiri maupun perantauan yang di ranmigrasikan melalui program pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.tamanmini.com/budaya/suku_bangsa/suku_bangsa_minangkabau
http://www.dharmasraya.com
http://www.wikipedia.co.id/suku_bangsa/dharmasraya
Koentjraningrat, manusia dan kebudayaan Indonesia, jhambatan

By : Maknek Production (Wirma Andri)
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Makn3k^ - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger